Yahoo Massanger

Thursday, 4 June 2015

MAKALAH MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA “HUBUNGAN INDUSTRIAL”

MANAJEMEN SUMBER DAYA MANUSIA
HUBUNGAN INDUSTRIAL






Disusun oleh:
Ø  Ranty Sugiarti                                     2013-11-061
Ø  Agus Maniar                                       2013-11-054
Ø  Devi Marlianty                                    2013-11-066
Ø  Ani Rifka Zai                                      2013-11-096

UNIVERSITAS ESA UNGGUL
JL. ARJUNA UTARA NO. 09 KEBON JERUK, JAKARTA 11510
TLP (021-5682510) (021-5674223 (hunting)
www.esaunggulac.id
KATA PENGANTAR

Pada kesempatan ini pula penulis bersyukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan segalanya dan tak terhitung jumlahnya. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada Ibu Ir. Rojuaniah, MM  selaku dosen manajemen SDM, yang memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada penulis untuk tugas makalah tentang hubungan industrial ini.

Dalam makalah Hubungan Industrial ini disajikan secara padat, jelas dan rinci, sehingga mudah untuk dipelajari dan diterapkan. Meskipun penulis sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menulis makalah ini dengan baik, namun penulis menyadari bahwa kesilafan dan kekurangcermatan pasti terjadi. Untuk itu kritik dan saran penulis harapkan untuk penyempurnaan makalah ini.

Semoga makalah ini dapat diambil manfaatnya bagi kemajuan pendidikan dan pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, khususnya yang mendalami Hubungan Idustrial dan Pengembangan Sumber Daya Manusia.





Jakarta, 05 Desember 2014


Daftar Isi

Kata Pengantar......................................................................................................................       i
Daftar Isi ...............................................................................................................................       ii

I.       Pendahuluan ..............................................................................................................       1
II.     Ruang lingkup Hubungan Industrial (Industrial Relations)...................................      2
III.    Tujuan Hubungan Industrial....................................................................................       4
IV.    Saranasarana dalam Hubungan Industrial
A. Lembaga Kerja Sama Bipartit.............................................................................       6
B. Lembaga Kerjsa Sama Tripartit...........................................................................      7
C. Organisasi Pekerja/Buruh....................................................................................      8
D. Organisasi Pengusaha..........................................................................................      9
E. Lembaga Penyelesaian Keluh Kesah dan Hub. Industrial...................................      10
F. Peraturan Perusahaan (PP)...................................................................................     12
G. Perjanjian Kerja Bersama (PKB).........................................................................     14
H. Perjanjian Kerja Khusus .....................................................................................      15
Daftar Pustaka.....................................................................................................................     18


BAB I. PENDAHULUAN

1.                  Hubungan Industrial
Hubungan Industrial (Industrial Relations) adalah kegiatan yang mendukung terciptanya hubungan yang harmonis antara pelaku bisnis yaitu pengusaha, karyawan dan pemerintah, sehingga tercapai ketenangan bekerja dan kelangsungan berusaha (Industrial Peace). Pada UndangUndang Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 pasal 1 angka 16 Hubungan Industrial didefinisikan sebagai “Suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan/atau jasa yang terdiri dari unsur pengusaha, pekerja/buruh dan pemerintah yang didasarkan pada nilainilai Pancasila dan UndangUndang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945.”Melihat pentingnya kegiatan ini, masalah hubungan industrial perlu mendapat perhatian khusus dalam penanganannya, karena berpengaruh besar terhadap kelangsungan proses produksi yang terjadi di perusahaan.

Keseimbangan antara pengusaha dan pekerja merupakan tujuan ideal yang hendak dicapai agar terjadi hubungan yang harmonis antara pekerja dan pengusaha karena tidak dapat dipungkiri bahwa hubungan antara pekerja dan pengusaha adalah hubungan yang saling membutuhkan dan saling mengisi satu dengan yang lainnya. Pengusaha tidak akan dapat menghasilkan produk barang atau jasa jika tidak didukung oleh pekerja, demikian pula sebaliknya.Yang paling mendasar dalam Konsep Hubungan Industrial adalah Kemitrasejajaran antara Pekerja dan Pengusaha yang keduanya mempunyai kepentingan yang sama, yaitu bersamasama ingin meningkatkan taraf hidup dan mengembangkan perusahaan.



BAB II RUANG LINGKUP


2.1                          Ruang Lingkup Cakupan
Pada dasarnya prinsipprinsip dalam hubungan industrial mencakup seluruh tempattempat kerja dimana para pekerja dan pengusaha bekerjasama dalam hubungan kerja untuk mencapai tujuan usaha. Yang dimaksud hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur upah, perintah dan pekerjaan.
2.2                          Ruang lingkup Fungsi
Fungsi Pemerintah : Menetapkan kebijakan, memberikan pelayanan, melaksanakan pengawasan, dan melakukan penindakan terhadap pelanggaran peraturan undangundang ketenagakerjaan yang berlaku.
Fungsi Pekerja/Serikat Pekerja : Menjalankan pekerjaan sesuai kewajibannya, menjagaketertiban demi kelangsungan produksi, menyalurkan aspirasi secara demokratis, mengembangkan ketrampilan, keahlian dan ikut memajukan perusahaan serta memperjuangkan kesejahteraan anggota dan keluarganya.
Fungsi Pengusaha : Menciptakan kemitraan, mengembangkan usaha, memperluas lapangan kerja dan memberikan kesejahteraan pekerja secara terbuka, demokratis serta berkeadilan.
2.3                          Ruang Lingkup Masalah
Adalah seluruh permasalahan yang berkaitan baik langsung maupun tidak langsung dengan hubungan antara pekerja, pengusaha dan pemerintah. Didalamnya termasuk :
a. Syaratsyarat kerja
b. Pengupahan
c. Jam kerja
d. Jaminan sosial
e. Kesehatan dan keselamatan kerja
f. Organisasi ketenagakerjaan
g. Iklim kerja
h. Cara penyelesaian keluh kesah dan perselisihan.

3          RUANG LINGKIUP PERATURAN/ PERUNDANGAN UNDANGAN KETENAGAKERJAAN
2.1     Hukum Materiil
1.            Undangundang ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003
2.            Peraturan Pemerintah/Peraturan Pelaksanaan yang berlaku
3.            Perjanjian Kerja Bersama (PKB), Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja.

2.2   Hukum Formal
1.      Undangundang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
2.      Perpu No. 1 Tahun 2005, dan diberlakukan mulai 14 Januari 2006












BAB III TUJUAN HUBUNGAN INDUSTRIAL

Tujuan Hubungan Industrial adalah mewujudkan Hubungan Industrial yang harmonis, Dinamis, kondusif dan berkeadilan di perusahaan. Ada tiga unsur yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial, yaitu :
·         Hak dan kewajiban terjamin dan dilaksanakan
·         Apabila timbul perselisihan dapat diselesaikan secara internal/bipartite
·         Mogok kerja oleh pekerja serta penutupan perusahaan (lock out) oleh pengusaha, tidak perlu digunakan untuk memaksakan kehendak masingmasing, karena perselisihan yang terjadi telah dapat diselesaikan dengan baik.
Namun demikian Sikap mental dan sosial para pengusaha dan pekerja juga sangat berpengaruh dalam mencapai berhasilnya tujuan hubungan industrial yang kita karapkan. Sikap mental dan sosial yang mendukung tercapainya tujuan hubungan industrial tersebut adalah :
·         Memperlakukan pekerja sebagai mitra, dan memperlakukan pengusaha sebagai investor
·         Bersedia saling menerima dan meningkatkan hubungan kemitraan antara pengusaha dan pekerja secara terbuka
·         Selalu tanggap terhadap kondisi sosial, upah, produktivitas dan kesejahteraan pekerja
·         Saling mengembangkan forum komunikasi, musyawarah dan kekeluargaan.


BAB IV SARANASARANA DALAM HUBUNGAN INDUSTRIAL

Agar tertibnya kelangsungan dan suasana bekerja dalam hubungan industrial, maka perlu adanya peraturanperaturan yang mengatur hubungan kerja yang harmonis dan kondusif. Peraturan tersebut diharapkan mempunyai fungsi untuk mempercepat pembudayaan sikap mental dan sikap sosial Hubungan Industrial. Oleh karena itu setiap peraturan dalam hubungan kerja tersebut harus mencerminkan dan dijiwai oleh nilainilai budaya dalam perusahaan, terutama dengan nilainilai yang terdapat dalam Hubungan Industrial.
Dengan demikian maka kehidupan dalam hubungan industrial berjalan sesuai dengan nilainilai budaya perusahaan tersebut. Dengan adanya pengaturan mengenai halhal yang harus dilaksanakan oleh pekerja dan pengusaha dalam melaksanakan hubungan industrial, maka diharapkan terjadi hubungan yang harmonis dan kondusif.
Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan sarana sebagaimana dimaksud dalam pasal 103 UU Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003 bahwa hubungan industrial dilaksanakan melalui sarana sebagai berikut :
±  Lembaga kerja sama Bipartit
±  Lembaga kerja sama Triartit
±  Organisasi Pekerja atau Serikat Pekerja/Buruh
±  Organisasi Pengusaha
±  Lembaga keluh kesah & penyelesaian perselisihan hubungan industrial
±  Peraturan Perusahaan
±  Perjanjian Kerja Bersama










5.1         LEMBAGA KERJASAMA (LKS) BIPARTIT
Adalah suatu badan ditingkat usaha atau unit produksi yang dibentuk oleh pekerja dan pengusaha. Setiap pengusaha yang mempekerjakan 50 (limapuluh) orang pekerja atau lebih dapat membentuk Lembaga Kerja Sama (LKS) Bipartit dan anggotaanggota yang terdiri dari unsure pengusaha dan pekerja yang ditunjuk berdasarkan kesepakatan dan keahlian. LKS Bipartit bertugas dan berfungsi sebagai Forum komunikasi, konsultasi dan musyawarah dalam memecahkan permasalahanpermasalahan ketenagakerjaan pada perusahaan guna kepentingan pengusaha dan pekerja. Para manager perusahaan diharapkan ikut mendorong berfungsinya Lembaga Kerjasama Bipartit, khususnya dalam hal mengatasi masalah bersama, misalnya penyelesaian perselisihan industrial.
LKS Bipartit bertujuan :
·         Terwujudnya ketenangan kerja, disiplin dan ketenangan usaha,
·         Peningkatan kesejahteraan Pekerja dan perkembangan serta kelangsungan hidup perusahaan.
·         Mengembangkan motivasi dan partisipasi pekerja sebagai pengusaha di perusahaan.

Perundingan Bipartit :
Perundingan antara pengusaha dengan pekerja untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Pengurus Bipartit menetapkan jadual acara dan waktu untuk rapat perundingan.
Penyelesaian Melalui Bipartit :
Þ    Perselisihan hubungan industrial wajib diselesaikan secara musyawarah untuk mufakat
Þ    Diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak tanggal dimulainya perundingan
Þ    Dibuat Perjanjian Bersama yang ditandatangani oleh para pihak, sifatnya mengikat dan menjadi hukum serta wajib dilaksanakan oleh para pihak
Þ    Wajib didaftarkan oleh para pihak kepada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan Negeri di wilayah para pihak mengadakan Perjanjian bersama;
Þ    Diberikan Akta Pendaftaran Perjanjian Bersama dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian bersama
Þ    Salah satu pihak atau pihak yang dirugikan dapat mengajukan permohonan eksekusi kepada Pengadilan Hubungan Industrial di Pengadilan negeri di wilayah Perjanjian Bersama didaftarkan.
Þ    Permohonan eksekusi dapat dilakukan melalui PHI di Pengadilan Negeri di wilayah domisili pemohon untuk diteruskan ke PHI di Pengadilan Negeri yang berkompeten melakukan eksekusi
Þ    Perundingan dianggap gagal apabila salah satu pihak menolak perundingan atau tidak tercapai kesepakatan
Þ    Salah satu pihak atau kedua belah pihak mencatatkan perselisihan kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setempat dengan melampirkan bukti upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit telah dilakukan.

Tugas Instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan :
·         Meneliti perselisihan hubungan industrial, bukti upaya penyelesaian melalui perundingan bipartit.
·         Mengembalikan berkas perselisihan paling lambat dalam waktu 7 hari kerja apabila tidak dilengkapi bukti upaya penyelesaian perundingan bipartit. Wajib menawarkan penyelesaian melalui konsiliasi atau arbitrase.
·         Dalam waktu 7 hari para pihak tidak menetapkan pilihan konsiliasi atau arbitrase, melipmpahkan penyelesaiannya kepada mediator.

5.2         LEMBAGA KERJA SAMA TRIPARTIT
Lembaga kerjasama Tripartit merupakan LKS yang anggotaanggotanya terdiri dari unsur unsur Pemerintahan, organisasi pekerja dan organisasi pengusaha. Fungsi lembaga kerjasama Tripartit adalah sebagai FORUM Komunikasi, Konsultasi dengan tugas utama menyatukan konsepsi, sikap dan rencana dalam mengahadapi masalahmasalah ketenagakerjaan, baik berdimensi waktu saat sekarang yang telah timbul karena faktorfaktor yang tidak diduga maupun untuk mengatasi halhal yang akan datang. Dasar Hukum lembaga kerja sama Bipartit dan Tripartit adalah :
1. UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan      
2. Kepmenaker No. Kep.255/Men/2003 tentang Lembaga Kerjasama Bipartit
3. Kepmenaker No. Kep.355/Men/X/2009 tentang Lembaga Kerjasama Tripartit

5.3         ORGANISASI PEKERJA

Organisasi pekerja adalah suatu organisasi yang didirikan secara sukarela dan demokratis dari, oleh dan untuk pekerja dan berbentuk Serikat Pekerja, Gabungan serikat Pekerja, Federasi, dan Non Federasi. Kehadiran Serikat Pekerja di perusahaan sangat penting dan strategis dalam pengembangan dan pelaksanaan Hubungan Industrial.
Dasar Hukum Pendirian Serikat Pekerja/Serikat Buruh diatur dalam :
·         UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh
·         UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI
·         Kepmenaker No. 16 Tahun 2001 tentang Tatacara Pencatatan Serikat Pekerja/Buruh
·         Kepmenaker No. 187 Tahun 2004 tentang Iuran anggota Serikat Pekerja/Buruh

Setiap pekerja berhak untuk membentuk dan menjadi Anggota Serikat Pekerja. Serikat Pekerja pada perusahaan berciriciri sebagai berikut :
·         Dibentuk dari dan oleh pekerja secara demokrasi melalui musyawarah para pekerja diperusahaan.
·         Bersifat mandiri, demokrasi, bebas dan bertanggung jawab.
·          Dibentuk berdasarkan SEKTOR usaha/lapangan kerja.

Pengusaha dilarang menghalangi pekerja untuk membentuk Serikat Pekerja dan menjadi pengurus Serikat Pekerja dan pekerja yang menduduki jabatan tertentu dan/atau fungsi tugasnya dapat menimbulkan pertentangan antara pengusaha dan pekerja tidak dapat menjadi pengurus Serikat Pekerja Serikat Pekerja yang telah terdaftar secara hukum pada Departemen Tenaga Kerja memiliki dua hal :
·         Berhak melakukan perundingan dalam pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB)
·         Berhak sebagai pihak dalam Penyelesaian Perselisihan Industrial.



5.4         ORGANIASI PENGUSAHA
Setiap pengusaha berhak untuk membentuk dan menjadi anggota organisasi pengusaha yaitu Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) yang khusus menangani bidang ketenagakerjaan dalam rangka pelaksanaan Hubungan Industrial. Hal tersebut tercermin dari visinya yaitu Terciptanya iklim usaha yang baik bagi dunia usaha dan misinya adalah Meningkatkan hubungan industrial yang harmonis terutama ditingkat perusahaan, Merepresentasikan dunia usaha Indonesia di lembaga ketenagakerjaan, dan Melindungi, membela dan memberdayakan seluruh pelaku usaha khususnya anggota. Untuk menjadi anggota APINDO Perusahaan dapat mendaftar di Dewan Pengurus Kota/Kabupaten (DPK) atau di Dewan Pengurus Privinsi (DPP) atau di Dewan Pengurus Nasional (DPN).

Bentuk pelayanan APINDO adalah sebagai berikut :
1)                     Pembelaan
a.       Bantuan hukum baik bersifat konsultatif, pendampingan, legal opinion maupun legal action di tingkat perusahaan dalam proses :
·         Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI)
·         Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
·         Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
·         Perlindungan Lingkungan (Environmental).
b.      Pendampingan dalam penyusunan, pembuatan dan perpanjangan Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
c.       Perundingan Pengusaha dengan Wakil Pekerja/Buruh maupun dengan Pemerintah.
2)                     Perlindungan
a.       Apindo proaktif dan turut serta dalam pembahasan pembuatan kebijakan dan peraturan ketenagakerjaan di tingkat daerah maupun nasional.
b.      Sosialisasi peraturanperaturan ketenagakerjaan tingkat nasional, propinsi dan kabupaten
c.       Proaktif dalam pembahasan penetapan upah minimum propinsi dan kabupaten
d.      Ikut serta mendorong penciptaan iklim hubungan industrial yang harmonis, dinamis dan berkeadilan bagi dunia usaha melalui forum LKS Bipartit maupun LKS Tripartit
3)                     Pemberdayaan
a.       Penyediaan informasi ketenagakerjaan yang selalu terbarukan dan relevan
b.      Pelatihan/seminar masalah ketenagakerjaan di dalam dan di luar negeri
c.       Konsultasi ketenagakerjaan mulai dari rekruitmen, tata laksana sampai pasca kerja, termasuk keselamatan dan kesehatan kerja (K3) dan perlindungan Lingkungan.
Landasan hukum APINDO adalah sebagai berikut :
       I.                           KADIN (Kamar Dagang Indonesia) menyerahkan sepenuhnya urusan ketenagakerjaan kepada APINDO, karena hubungan industrial adalah salah satu dimensi manajemen usaha
    II.                           Berdasarkan Kesepakatan kedua belah pihak yang diperkuat oleh SK Menakertranskop No. 2224/MEN/1975 Lembaga Kerjasama Tripartit Nasional terdiri dari :
·         Unsur Pemerintah diwakili Depnakertranskop
·         Unsur Pengusaha diwakili APINDO
·         Unsur Buruh diwakili FBSI
 III.                           Pengakreditasian APINDO sebagai Wakil KADIN Indonesia dalam Kelembagaan Hubungan Indutrial dengan Keputusan Dewan Pengurus KADIN Indonesia No. 037/SKEP/DP/VII/2002 tanggal 31 Juli 2002
 IV.                           Pembaruan pengakreditasian APINDO sebagai Wakil KADIN Indonesia dalam Kelembagaan Hubungan Industrial dengan Keputusan Dewan Pengurus KADIN Indonesia No. 019/SKEP/DP/III/2004 tanggal 5 Maret 2004

5.4         LEMBAGA PENYELESAIAN KELUH KESAH DAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Dalam perjalanan Hubungan Industrial untuk mencapai suatu masyarakat industri yang diharapkan, benturanbenturan antara para pelaku yang timbul sebagai akibat belum serasinya pemakaian ukuran dan kacamata untuk menilai permasalahan bersama kadangkadang tidak dapat dihindari. Keluh kesah bisa juga terjadi akibat berbagai pertanyaan yang timbul baik dari pekerja ataupun dari pengusaha yang berkaitan dengan penafsiran atau pelaksanaan peraturan perundangundangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja bersama.
Dapat juga karena berbagai tuntutan dari salah satu pihak terhadap pihak lain yang melanggar peraturan perundangundangan, perjanjian kerja, peraturan perusahaan atau perjanjian kerja besama. Dengan demikian untuk menghindari benturanbenturan tersebut perlu dikembangkan suatu mekanisme penyelesaian keluh kesah sehingga benihbenih perselisihan tingkat pertama seharusnya diselesaikan diantara pelaku itu sendiri.
Mekanisme penyelesaian keluh kesah merupakan sarana yang seharusnya diadakan setiap perusahaan. Mekanisme ini harus transparan dan merupakan bagian dari Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan (PP) atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Dalam pelaksanaan fungsifungsi supervisi dari setiap para manajer merupakan kunci terlaksananya mekanisme ini. Dalam hal perselisihan tersebut tidak dapat diselesaikan dalam lembaga mekanisme penyelesaian keluh kesah ini. Penyelesaian dapat dilaksanakan lebih lanjut sesuai dengan Peraturan perundangundangan yang berlaku.
1. PENYELESAIAN KELUH KESAH
a.       Penyelesaian keluh kesah yang timbul di perusahaan didasarkan pada prinsip musyawarah untuk mufakat secara kekeluargaan antara pekerja dengan atasannya tanpa campur tangan pihak lain.
b.      Apabila seorang pekerja mempunyai keluh kesah tentang segala sesuatu mengenai hubungan kerja, pertamatama pekerja tersebut menyampaikan keluh kesahnya pada atasannya langsung untuk dimintakan penyelesaian.
c.       Apabila atasan langsung yang bersangkutan tidak menyelesaikannya atau pekerja tidak puas atas penyelesaiannya, pekerja mengajukan masalahnya kepada atasan yang lebih tinggi.
d.      Apabila atasan yang lebih tinggi tidak bisa menyelesaikannya atau pekerja tidak puas atau penyelesainnya maka pekerja dapat minta bantuan pengurus serikat pekerja untuk mewakili atau mendampingi pekerja untuk penyelesainnya lebih lanjut.
2. PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL
Perselisihan Hubungan Industrial terjadi akibat perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja dan perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam suatu perusahaan.
Perselisihan Hubungan Industrial timbul karena :
a.       Tidak dilaksanakannya hak pekerja
b.       Kesadaran pekerja akan perbaikan kesejahteraan
c.        Kurangnya komunikasi antara pekerja dengan pengusaha
Penyelesaian Hubungan Industrial dapat dilakukan sebagai berikut :
a.       Penyelesaian diluar Pengadilan Hubungan Industrial
¾          Bipartit (wajib Pasal 4 ayat (2) UU No.2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI)
¾          Mediasi, Konsiliasi, Arbiter (wajib Pasal 83, UU No.2 Tahun 2004)
b.      Pengadilan Hubungan Industrial
¾             Hukum Acara Perdata Pasal 57, UU No. 2 tahun 2004

5.5       PERATURAN PERUSAHAAN
Peraturan Perusahaan adalah suatu peraturan yang dibuat secara tertulis yang memuat ketentuanketentuan tentang syaratsyarat kerja serta tata tertib perusahaan.
1. Ketentuan Khusus
Beberapa ketentuan yang perlu diperhatikan dalam pembuatan Peraturan Perusahaan
adalah :
1.            Wajib dibuat oleh pengusaha yang mempekerjakan 25 orang karyawan atau lebih.
2.            Dalam pembuatannya pengusaha mengadakan konsultasi lebih dahulu dengan pekerja/pegawai Depnaker setempat
3.            Perusahaan yang telah mempunyai Perjanjian Kerja Bersama (PKB) tidak dapat menggantikannya dengan Peraturan Perusahaan.
4.            Peraturan Perusahaan sebelum diterapkan (berlaku) setelah mendapat pengesahan/kesaksian dari Departemen Tenaga Kerja cq. Dirjen Binawas untuk Peraturan Perusahaan yang berlaku di seluruh wilayah RI, dan Kadinas/Kasudinas Tenaga Kerja setempat untuk yang berlaku di wilayah tersebut. Tujuh hari setelah pengesahan Peraturan Perusahaan harus di sosialisasikan kepada seluruh karyawan.
5.            Peraturan Perusahaan berlaku paling lama 2 tahun dan dapat diperpanjang kembali. Masingmasing Peratutan Perusahaan secara periodik perlu diadakan perubahan dengan memperhatikan situasi dan kondisi yang ada. Setiap perubahan ini sebelum dilaksanakan harus mendapat pengesahan/kesaksian dari Depnaker/Disnaker atau pejabat yang ditunjuk.

2. Dasar Hukum
Dasar Hukum pembuatan Peraturan Perusahaan ini adalah :
1.         Undangundang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 115
2.         Kepmenaker No. Kep. 48/Men/IV/2004 tentang Tatacara Pembuatan dan Pengesahan
3.         Peraturan Perusahaan (PP) serta Pembuatan dan Pendaftaran PKB.
Pada umumnya penyusunan Peraturan Perusahaan sudah merupakan suatu hal yang standar, dimana beberapa ketentuan yang ada dalam perundangundangan ketenagakerjaan dimasukkan kedalam Peraturan Perusahaan, baru kemudian ditambahkan dengan halhal umum dan spesifik yang diperlukan perusahaan tersebut.

3. Kerangka Peraturan Perusahaan
Sistimatika atau kerangka yang ideal Peraturan Perusahaan dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Kata Pengantar
2. Daftar Isi
3. Mukadimah
4. Umum
5. Aturan Perusahaan (Bab II)
6. Jam Kerja, Peraturan Kerda dan Disiplin Kerja (Bab III)
7. Pembebasan kewajiban dari bekerja (Bab IV)
8. Penggajian (Bab V)
9. Perjalanan Dinas (Bab VI)
10. Jaminan Kesehatan 9bab VII)
11. Pengembangan dan Pelatihan (Bab VIII)
12. Penghargaan (Bab IX)
13. Kegiatan/aktivitas (Bab X)
14. Penyelesaian Keluh Kesah (Bab XI)
15. Penutup (XII)

4. Ketentuan Umum
Halhal umum yang perlu diperhatikan :
1.            Bila masa berlaku Peraturan Perusahaan belum berakhir kemudian terbentuk Serikat Pekerja, dan Serikan Pekerja meminta diadakan perundingan untuk pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), maka perusahaan wajib melayani kehendak Serikat Pekerja untuk merundingkan pembuartan Perjanjian Kerja Bersama.
2.            Bilamana Serikat Pekerja 3 bulan sebelum Peraturan Perusahaan berakhir tidak mengajukan secara tertulis untuk perundingan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama, maka perusahaan wajib mengajukan Peraturan Perusahaan yang lama/yang tidak diperbaharui untuk disyahkan atau diperpanjang.
3.             Ketentuan yang ada dalam Peraturan Perusahaan tetap berlaku sampai dengan ditandatangani Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dan atau sampai dengan disyahkan permohonan diperpanjang Peraturan Perusahaan.
4.            Pelanggaranpelanggaran yang dilakukan terhadap Peraturan Perusahaan ini, sanksi yang diberikan berupa administratif, bukan pidana

5.5       PERJANJIAN KERJA BERSAMA (PKB)
Perjanjian Kerja Bersama (PKB) adalah perjanjian yang disusun oleh pengusaha dan serikat yang telah terdaftar yang dilaksanakan secara musyawarah untuk mencapai mufakat.
1.         Dasar Hukum
Dasar Hukum pembuatan PKB ini didasarkan kepada :
·            UndangUndang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 115 yang mengatur tentang pembuatan dan pendaftaran Peraturan Perusahaan (PP) dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
·            Kepmenaker No. Kep. 48/Men/IV/2004 tentang tatacara Pembuatan dan Pengesahan Peraturan Perusahaan (PP) serta Pembuatan dan Pendaftaran Perjanjian Kerja Bersama (PKB).
2. Ketentuan Khusus
Ketentuan khusus dalam penyusunan PKB beberapa ketentuan harus diperhatikan :
·            Dirundingkan oleh pengusaha dan Serikat Pekerja yang telah terdaftar.
·            Didukung oleh SEBAGIAN BESAR pekerja di perusahaan tersebut.
·            Masa berlaku 2 tahun dan dapat diperpanjang.
·            Setiap perpanjangan PKB harus disetujuai secara TERTULIS oleh pengusaha dan Serikat Pekerja serta diajukan 90 hari sebelum masa PKB berakhir.
·            Dibuat dengn Surat Resmi sekurangkurangnya rangkap 3 (satu bundel diserahkan ke Depnaker untuk didaftarkan).
·            PKB yang telah disepakati dibubuhi tanggan dan ditandatangani oleh pengurus yang oleh anggota dasar diperbolehkan, jika diwakilkan harus ada surat kuasa,
·            Ketentuan PKB tidak boleh bertentangan dengan perundangundangan yang berlaku.

5.6       PERJANJIAN KERJA KHUSUS (PKK)
Perjanjian kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain atau majikan, selama waktu tertentu sesuai perjanjian. Dasar Hukumnya adalah :
1.   Undangundang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, pasal 59 tentang PKWT
2.   Kepmenaker No. Kep. 100/Men/VI/2004 tentang ketentuan Pelaksanaan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu
PKK dirumuskan sebagai berikut :
1.   Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
2.   Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Hal tersebut diatas dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)
PKWT adalah Perjanjian Kerja antara pekerja dengan pengusaha, untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu dan atau pekerjaan tertentu.
Ketentuan Umum PKWT :
Þ       Dibuat secara tertulis dengan menggunakan Bahasa Indonesia
Þ       Didalamnya tidak boleh mempersyaratkan adanya masa percobaan, bila dicantumkan masa percobaan, maka masa percobaan tersebut batal demi hukum
Þ       Dibuat untuk pekerjaan tertentu yang menurut sifat, jenis, atau kegiatannya akan selesai dalam waktu tertentu..
Þ       Nilai isi PKWT tidak boleh lebih rendah dari syaratsyarat kerja yang dimuat dalam Peraturan Perusahaan yang bersangkutan, jika lebih rendah yang berlaku adalah apa yang termuat dalam Peraturan Perusahaan.
Þ       Dibuat rangkap 3 (pengusaha, pekerja, pemerintah/Depnaker) dan seluruh biaya yang timbul karena pembuatan ini menjadi tanggung jawab pengusaha.
Ketentuan Khusus PKWT :
Þ    Dibuat atas kemauan bebas kedua belah pihak.
Þ    Para pihak mampu dan cakap menurut Hukum untuk melakukan perikatan.
Þ    Adanya pekerjaan tertentu.
Þ    Yang disepakati tidak dilarang oleh undangundang atau tidak bertentangan dengan ketertiban umum dan kesusilaan.
PKWT yang tidak memenuhi item 1,2, ketentuan khusus diatas dapat dibatalkan, sedangkan
yang bertentangan dengan 3 dan 4 adalah batal demi hukum.

Dalam pembuatan PKWT, konsepnya terlebih dahulu harus diajukan ke kantor Depnaker setempat untuk disetujui. Dalam PKWT tersebut harus memuat :
1.         Nama dan alamat pengusaha/perusahaan.
2.         Nama, alamat, umur dan jenis kelamin pekerja.
3.         Jabatan/jenis macam pekerjaan.
4.         Besarnya upah dan cara pembayarannya.
5.         Syaratsyarat kerja yang memuat hak dan keajiban pengusaha dan pekerja.
6.         Jangka waktu berlakunya perjanjian kerja.
7.         Tempat atau lokasi kerja.
8.         Tempat, tanggal perjanjian kerja dibuat, tanggal mulai berlakunya dan berakhir serta ditandatangani oleh kedua belah pihak.
9.         Halhal yang dapat mengakhiri PKWT sebelum masa berlakunya habis.




Jangka waktu PKWT dapat diadakan paling lama 2 tahun, dan dapat diperpanjang 1 kali dengan ketentuan jumlah seluruh tidak boleh lebih dari 3 tahun. Perubahan PKWT hanya dapat dilakukan 30 hari setelah berakhirnya PKWT yang lama. Sedangkan PKWT yang ingin di perpanjang tanpa mengalami perubahan dapat dilakukan selambatlambatnya 7 hari sebelum Perjanjian Kerja berakhir. Perubahan dan perpanjangan ini berlakunya tidaK boleh melebihi masa maksimum berlangsung hubungan kerja PKWT.
PKWT berakhir disebabkan oleh :
1. Berakhirnya waktu perjanjian kerja.
2. Berakhir dengan selesainya pekerjaan yang diperjanjikan.
3. Berakhir karena pekerja meninggal dunia.
PKWT tidak berakhir jika pengusaha meninggal dunia, ahli waris atau pengurus perusahaan yang lain dapat melanjutkannya, kecuali dalam PKWT diperjanjikan lain. Para pihak yang mengakhiri perjanjian secara sepihak tanpa alasan yang dapat dipertanggungkan secara hukum diwajibkan membayar ganti rugi sebesar sisa upah masa berlakunya PKWT.

2. Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (PKWTT)
Pada prinsipnya secara umum sama dengan PKWT. Dalam PKWTT, Perjanjian Kerja dapat berlangsung selamanya sampai dengan pekerjaan yang diperjanjikan tersebut tidak ada lagi, atau pekerjanya pensiun. Begitu pula dengan ketentuanketentuan lainnya hampir sama.
Para Pihak bebas mengakhiri perjanjian, namum bila yang mengakhiri pengusaha tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan secara hukum, maka pengusaha wajib membayar pesangon, uang penghargaan masa kerja dan penggantian hak jasa dan penggantian hak, sebagaimana diatur Undangundang Ketenagakerjaan No. 13 Tahun 2003



DAFTAR PUSTAKA


1.      Arthur Young, 1991, Pedoman Kerja Manajer, Jakarta, PPM.
2.       Astra Human Resources Management, 2001, Jakarta, PT Astra International, Tbk.
3.      Djumadi, Hukum Perburuhan Perjanjian Kerja, 1995, Jakarta, Raja Grafindo Persada.
4.      Farid Mu’azd, 2006, Pengadilan Hubungan Industrial, Jakarta, IndHillCo.
5.      Herb Cohen, Negosiasi, 1986, Jakarta, Pantja Simpati.
6.      Jimmy Joses Sembiring, Smart HRD, 2010, Jakarta, Visimedia.
7.       Robert L. Mathis & John H. Jackson, 2001, Manajemen SDM, Jakarta, Salemba Empat.
8.      Susilo Martoyo, Manajemen Sumber Daya Manusia, 1987, Yogyakarta, BPFE.
9.      Sutarto Wijono, Psikologi Industri & Organisasi, 2010, Jakarata, Kencana Prenada Media Group.
10.  Yunus Shamad, Hubungan Industrial di Indonesia, 1995, Jakarta, Bina Sumber Daya

Manusia.